Bersama aku di blog "Selang Raya"

Hai... kini anda telah bergabung dengan blogku "Selang Raya"
Blog ini hadir sebagai ajang tukar informasi di segala bidang yang bisa menambah wawasan kita semua.
Semoga apa yang menjadi harapan kita semua dapat terwujud dalam suatu wujud nyata. Blog "selang Raya" mencoba untuk selalu menuangkan ide dan kreatif bersama semua pengunjung yang dengan senang hati hadir dan mengunjungi blog ini.
Sukses .......... dan selalu berkarya

Rabu, 26 Maret 2008

MAKALAH

NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN UJAN MAS: SI MUNCIT

Basuki Sarwo Edi

Abstrak

Penelitian ini membahas “nilai Budaya dalam Sastra Lisan Ujan Mas: si Muncit. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah mengungkapkan nilai-nilai budaya di dalamnya dan dapat digunakan sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan hidup dan bersosialisasi dengan manusia lain. Adapun sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sastra lisan Ujan Mas yang berjudul si Muncit. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari cerita si Muncit terdapat beberapa nilai budaya yaitu (1) suka menolong, (2) membalas budi, (3) percaya pada Tuhan, (4) tidak sombong, (5) menepati janji, (6) berbakti pada orang tua, (7) tidak mudah menyerah, (8) menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Kata Kunci : Sastra Lisan, nilai budaya
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Sastra lisan merupakan sastra lama yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang cara penyebarannya dari mulut ke mulut oleh anggota mayarakat. Penyebaran ini dilakukan dengan cara menceritakan sebuah cerita.
Zaman dahulu bercerita merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan oleh orang tua untuk menidurkan anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa, orang tua ingin melestarikan dan mewariskan sebuah karya kepada generasi penerusnya secara turun-temurun demi generasi berikutnya.
Sastra lisan diciptakan oleh pengarangnya bukan hanya sekedar sebuah cerita kosong yang tiada arti, namun dibalik cerita itu ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh penciptanya pada pendengar atau pemerhati cerita tersebut. Sesuatu itu dapat berupa nasihat, peringatan, dan ajakan untuk berbuat kebajikan. Hal ini menunjukkan bahwa sastra lisan mempunyai manfaat bagi masyarakat. Sastra lisan dapat berfungsi sebagai alat pendidikan, hiburan, alat komunikasi di tengah-tengah masyarakat penuturnya. Di samping itu, sastra lisan merupakan kekayaan masyarakat yang harus tetap dijaga kelestariannya.
Sastra lisan ujan Mas adalah sastra lisan yang dimiliki oleh masyarakat penutur asli bahasa Ujan Mas. Masyarakat penutur asli bahasa Ujan Mas ini tinggal di satu kecamatan, yaitu kecamatan Ujan Mas. Kecamatan ini terdiri atas delapan desa, mulai dari Muara Gula sampai di Ulak Bandung.
Pada tahun 2004, Balai Bahasa Palembang meneliti Sastra Lisan Ujan Mas. Aspek yang diteliti adalah bagaimanakah struktur sastra lisan Ujan Mas.
Penulis tertarik untuk mengkaji cerita si Muncit karena dalam cerita ini terdapat banyak sekali nilai-nilai budaya yang dapat digali dan digunakan sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan hidup dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Misalnya bagaimana kita harus bersikap terhadap orang-orang yang mempunyai nasib kurang beruntung, dalam cerita ini kita juga diajarkan untuk selalu menepati janji, dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita harus mempercayai kekuasaan Tuhan atas alam semesta ini.

1.2 Ringkasan
Zaman dahulu kala hiduplah tujuh puyang bersaudara. Ketujuh puyang itu mempunyai kesaktian yang sangat tinggi. Nama ketujuh puyang itu adalah, Puyang Kumbang, Puyang Ritabuan, Puyang Rinawang, Puyang Ritintin, Puyang Ribermi, Puyang Telaga Bulan, dan Puyang Ri Bujang (Puyang Puru Parang). Puyang Ri Bujang disebut Puyang Puru Parang karena seluruh tubuhnya penuh dengan kudis dan panu. Dari ketujuh puyang ini, Puyang Puru Paranglah yang mempunyai kesaktian paling yinggi.
Suatu hari Puyang Puru Parang mengembara dan menyamar menjadi seorang pengemis dengan berpakaian yang compang camping dan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan kudis. Di dalam pengembaraan Puyang Puru Parang sampailah dia di sebuah desa yang sangat makmur. Ternyata desa itu dipimpin oleh seorang kepala desa yang baik hati, bijaksana, dan tidak sombong. Hal ini terlihat ketika dengan sengaja sang Puru Parang datang ke rumah kepala desa tersebut untuk meminta sedekah dan makanan.
Di kediaman kepala desa tersebut sang Puru Parang disambut dengan baik oleh Kepala Desa meskipun dirinya berpakaian compang camping serta tubuhnya yang dipenuhi dengan kudis. Kepala desa tersebut tidak mempersoalkan keadaan tamunya yang keadaannya sangat menyedihkan. Sang Puru Parang diberinya makanan yang enak-enak, seperti apa yang dimakan oleh sang kepala desa, kemudian ia diberi pakaian, dan uang untuk berobat. Melihat kebaikan sikap dan tingkah laku kepala desa itu, Puyang Puru Parang dirinya sangat terharu. Sebagai tanda terima kasihnya, maka Puyang Puru Parang memberikan sebuah ilmu yang bermanfaat untuk kepala desa tersebut. Ilmu itu berupa sebuah kesaktian yang dapat memanggil seekor harimau putih yang bernama si Muncit.
Kelak melalui si Muncit inilah pertolongan Allah SWT akan datang untuk menolong sang kepala desa dalam menghadapi dan mengatasi semua musibah dan permasalahan yang menimpa desanya. Sebagai contoh saat desanya menghadapi masalah besar yaitu saat perampok yang menguasai desa itu si Muncit berhasil mengatasinya dengan menumpas semua perampok itu.

1.3 Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah yang ada dalam penelitian ini adalah nilai budaya apa saja yang terdapat dalam cerita si Muncit?

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan utuh tentang nilai budaya yang terdapat dalam sastra lisan cerita rakyat si Muncit.

1.5 Sumber Data
Cerita si Muncit ini diambil dari cerita rakyat Ujan Mas yang berhasil diinfentarisir oleh Balai Bahasa Palembang.

1.6 Kerangka Teori
Sastra lisan merupakan sastra yang dituturkan orang dari mulut ke mulut, dan tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Sastra lisan meliputi:
a. bahasa rakyat, misalnya logat, sindiran, bahasa rahasia, dan mantra;
b. ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan seloka;
c. pertanyaan tradisional, seperti teka-teki dan wangsalan;
d. puisi rakyat, seperti pantun, syair, dan guritan;
e. cerita prosa rakyat, seperti mite, legende, dongeng, fable, dan cerita jenaka;
f. nyanyian rakyat (Danandjaya, 1984: 21- 153)
Budaya itu memberikan arti pada semua usaha dan gerak-gerik manusia, dan ini adalah makna-makna kebudayaan yang manusia sampaikan satu sama yang lain dalam hidup bermasyarakat.
Koentjaraningrat (1980:15) berpendapat bahwa kebudayaan suatu bangsa terwujud dalam tiga unsur yang dapat ditemukan dalam berbagai segi kehidupan bangsa yaitu: (1) kompleks gagasan, nilai dan peraturan, (2) Kompleks aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat, dan (3) benda hasil karya manusia. Ketiga unsur itu sebagian di antaranmya akan tersimpan di dalam sebuah karya sastra, seperti ungkapan pikiran,cita-cita, serta renungan manusia terhadap keadaan sekitarnya. Dalam kaitannya itu, dapat dipastikan bahwa banyak sekali nilai-nilai budaya yang tersimpan di dalam suatu karya sastra yang ingin disampaikan pengarangnya kepada pembaca karya sastra yang diciptakannya. Oleh sebab itu penulis ingin menggali nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam Sastra Lisan Ujan Mas yang berjudul si Muncit. Nilai budaya dalam si Muncit memang perlu digali, karena dapat bermanfaat dalam kehidupan pembaca, seperti nilai suka menolong, menepati janji, dan peduli terhadap penderitaan orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai budaya diartikan sebagai konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia. Nilai budaya sangat penting bagi kehidupan manusia karena nilai budaya dapat dijadikan landasan atau dasar berpijak dalam kegiatan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.
Lebih lanjut Ariyono (1985:276) menyatakan bahwa nilai budaya itu konsepsi yang masih bersifat abstrak mengenai dasar dari sesuatu yang penting dalam kehidupan. Nilai budaya merupakan suatu bentuk dari kehidupan dan memuat ketentuan-ketentuan yang telah dijadikan dasar mengenai tingkah laku dan menyangkut penilaian baik atau buruk dalam suatu kehidupan di dalam masyarakat. Nilai budaya berfungsi sebagai pedoman masyarakat pendukungnya dalam bermasyarakat.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkatan pertama kebudayaan ideal atau adat (Koentjaraningrat,1984:25). Nilai budaya mengapresiasikan hal-hal yang penting yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat biasanya bersumber dari nilai budaya masyarakat itu sendiri.
Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (1984:28) menyatakan ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi kerangka variasi system nilai budaya. Kelima masalah tersebut yaitu (1) masalah hakikat dari kehidupan manusia, (2) masalah hakikat dari karya manusia, (3) masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) masalah hakikat dari hidup manusia dengan alam sekitarnya, dan (5) masalah hakikat manusia dari hubungan manusia dengan sesamanya.
Mengenai hubungan antara nilai budaya dan sastra, Tarigan (1984 :194) mengemukakan bahwa dalam karya sastra terdapat bermaca-macam nilai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. nilai hedonik, yaitu nilai hiburan atau nilai kesenangan
b. nilai artistik, yaitu nilai yang lebih menekankan pada seni atau keterampilan.
c. Nilai etis, moral,religius, yaitu nilai yang lebih menekankan pada segi permasalahan norma, tentang kebaikan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Nilai praktis, yaitu lebih menekankan pada fungsi atau kegunaan sastra dalam kehidupan sehari-hari.
Karya sastra dapat memberikan hiburan, memanifestasikan suatu seni atau keterampilan, juga dapat memancarkan ajaran-ajaran etika, moral, dan religius, serta praktis karena dapat digunakan dalan kehidupan sehari-hari.

2. Pembahasan
Dalam cerita si Muncit ini banyak sekali nilai-nilai budaya yang dapat kita temukan dan kita manfaatkan dalam hidup bermasyarakat. Perbuatan atau sikap tokoh mencerminkan nilai budaya masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Ujan Mas pada khususnya. Nilai budaya yang terkandung dalam cerita si Muncit ini sebagai berikut.


2.1 Suka menolong
Suka menolong tersirat dari sikap kepala desa kepada sang Puru Parang yang menyamar menjadi seorang pengemis. Kepala desa dengan gembira dan terbuka mau menerima dan menjamu sang Puru Parang tanpa merasa jijik dengan kondisi sang Puru Parang yang penuh dengan kudis dan mengeluarkan bau tidak sedap. Sang kepala desa juga tidak pelit dengan memberikan uang dan pakaiannya kepada sang Puru Parang meskipun ia belum mengenal siapa itu si Puru Parang. Yang ada dalam hati dan pikirannya adalah ia harus menolong orang yang memang membutuhkan pertolongan.
Sikap suka menolong sang kepala desa dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Wahai Saudaraku malang nian nasibmu ini. Silakan masuk dan makanlah sekenyangnya makanan yang ada di rumah ini. “ kemudian sang Puru Parang dijamu oleh sang Kepala Desa. Makanan mewah dan lezat terjamu di depannya. Pakaian compang-camping sang Puru Parang digantinya dengan pakaian yang bagus. Sedikit uang diberikan kepadanya untuk membeli obat kudis dan bekal melanjutkan pengembaraannya. Melihat kebaikan dan ketulusan hati kepala desa, sang Puru Parang menjadi terharu

2.2 Membalas budi baik
Sudah sepantasnya kita membalas kebaikan orang lainyangdiberikan kepada kita. Hal ini dapat dilihat dalam peristiwa sang Puru Parang membalas kebaikan hati kepala desa dengan memberikan sebuah ilmu yang dapat digunakan kepala desa untuk menjaga keamanana, ketertiban, dan menolong penduduk desa dari bahaya yang mengancam mereka. Kelak ilmu inilah yang dapat menyelamatkan desa yang dipimpin sang kepala desa dari keganasan gerombolan perampok dan wabah penyakit yang menimpa desanya.
Balas budi ini diberikan sang Puru Parang karena ia terharu dengan sikap dan kelakuan kepala desa yang tidak memandang rendah manusia yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
“ Alangkah mulianya hati orang ini. Pantas saja desa ini makmur, aman, dan sejahtera,” kata sang Puru Parang dalam hati. Sebelum meninggalkan rumah sang kepala desa, sang Puru Parang berkata kepada kepala desa. “ Wahai tuanku yang berhati mulia, untuk membalas kemuliaan hati tuanku dan sebagai rasa terima kasihku, saya punya sesuatu untuk tuanku.”



2.3. Percaya Tuhan
Semua pertolongan yang diberikan kepada masyarakat desa mealalui si Muncit adalah kuasa dan kehendak tuhan. Si muncit hanya perantara saja. Hal ini pun diajarkan oleh sang Puru Parang kepada sang kepala desa. Sang Puru Parang selalu mengingatkan agar kepala desa tidak lupa memanjatkan doa yang ditujukan kepada Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan seperti di bawah ini
“Jika kelak tuanku, anak cucu, dan rakyat desa ini mengalami kesusahan atau ditimpa musibah maka dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT dan memanggil nama si Muncit sebanyak tiga kali, Insya Allah akan datang seekor harimau putih yang akan menolong tuanku”

Percayalah pada Allah SWT karena semua itu atas kehendaknya.

Dengan penuh keyakinan dan diiringi doa yang ditujukan kepada Allah SWT si Bungsu kembali menyebut nama si Muncit.

2.4. Tidak Sombong
Nilai budaya ini ditampilkan melalui sifat tokoh kepala desa. Kepala desa tidak sombong meskipun ia mempunyai kedudukan, kekuasaan, kekuatan, harta yang berlimpah, dan ilmu yang tinggi. Sang kepala desa mau sang Puru Parang yang keadaannya sangat memprihatinkan, tubuhnya penuh kudis dan berbau tidak sedap, sebagai orang yang bertamu ke rumahnya. Bahkan sang Kepala Desa mengantarkan san Puru Parang sampai di depan pintu rumahnya.

2.5. Menepati Janji
Kita semua tahu bahwa janji adalah sebuah hutang. Seseorang yang mempunyai janji maka ia mempunyai kewajiban untuk menepatinya. Nilai budaya ini juga ditampilkan dalam cerita si Muncit dalam peristiwa sang Kepala desa menguburkan mayat-mayat perampok yang dibunuh oleh si Muncit. Hal ini dilakukan oleh sang kepala desa katrena ia sudah berjanji kepada si Muncit untuk menguburkan mayat-mayat perampok layaknya menguburkan manusia lainnya. Peristiwa ini dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini
“ Hanya tuanku,….pesan hamba setelah mayat-mayat itu ditemukan, Kebumikanlah mereka layaknya tuanku mengebumikan orang yang sudah meninggal dunia. Jangan sia-siakan jasad mereka meskipun mereka sudah bertindak sangat kejam terhadap rakyat tuanku.” “Baiklah Muncit, apa yang kamu pesankan akan saya lakukan.”
…….
Kemudian sang Kepala Desa menyuruh masyarakat desa untuk mengebumikan secara wajar.”

Selain dalam peristiwa tersebut di atas, nila budaya ini juga ditampilkan dalam peristiwa sang Puru Parang menepati janjinya kepada sang Kepala Desa untuk menjaga keamanan dan ketertiban desa yang dipimpinnya. Dalam keadaan yang sangat darurat, dengan memanjatkan nama Allah SWT dan memanggil nama si Muncit tiga kali si Muncit selalu hadir menghadap sang Kepala desa.

2.6. Berbakti Pada Orang Tua
Sebuah kewajiban anak pada orang tua untuk selalu berbakti kepadanya. Nilai budaya ini juga ditampilkan dalam cerita si Muncit dalam peristiwa anak kepala desa yang paling bungsu tetap berangkat ke desa seberang untuk menjemput seorang tabib yang dapayt menyembuhkan penyakit yang menimpia warga di desanya. Meskipun diliputi oleh rasa takut, sang anak tetap berangkat sebagai rasa wujud dari rasa baktinya kepada orang tua. Hal ini dapat di lihat dalam kutipa berikut
“ Di kamar si Bungsu tidak bisa tidur. Dia membayangkan apa-apa yang akan menimpa dirinya. Karena rasa saying dan baktinya kepada orang tuan dan masyarakat desa dia membulatkan tekad untuk menghadapi semua resiko yang akan dihadapinya dalam perjalanannya nanti.”

2.7. Tidak Mudah Menyerah
Sifat manusia yang harus dimiliki adalah sifat tidak mudah menyerah untuk mencapai sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Nilai budaya ini tercermin dari tekad si Bungsu untuk menjemput tabib. Banyak sekali halangan dan rintangan yang dihadapinya dalam perjalanan menuju desa seberang. Semua halangan itu dilaluinya dengan tabah, dengan segala daya dan upaya. Semua usaha yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Si bungsu berhasil menemui dan menjemput sang tabib.

2.8. Menjadi Pemimpin yang Bertanggung Jawab
Nilai budaya ini tercermin dari sikap sang Kepala Desa dalam memimpin rakyatnya. Sang Kepala Desa berusaha untuk melawan perampok meskipun ia harus merelakan kematian anak sulungnya. Sang Kepala Desa pun harus merelakan anak bungsunya untuk menemui sang tabib, meskipun dia tahu bahwa perjalanan yang dilakukan oleh si Bungsu sangat berbahaya dan banyak mengandung resiko dan nyawa taruhannya.

3. Penutup
Jika kita mau menyadari sebenarnya banyak sekali hal-hal atau manfaat yang dapat kita ambil dari budaya peninggalan nenek moyang kita. Banyak sekali ajaran-ajaran yang ingin diwariskan nenek moyang kita kepada generasi penerusnya, salah satunya melalui karya sastra yang berupa cerita lisan.
Cerita si Muncit sebagai contohnya. Dari cerita saja kita bisa menemukan delapan nilai budaya yang ingin diwariskan nenek moyang kepada kita. Dilihat dari hal ini betapa kayanya kita akan nilai-nilai budaya yang seharusnya kita lestarikan. Maka menjadikan sebuah kewajiban bagi kita untuk selalu melestarikan dan menjaga warisan budaya nenek moyang. Balai Bahasa Palembang sudah melakukan hal semacam ini yaitu melalui sebuah kegiatan yang menginfentarisir cerita-cerita rakyat yang ada di Sumatera Selatan.






DAFTAR PUSTAKA

Ariyono, Suyono. 1985. Kamus Antropologi.Jakarta: Akademika Presindo.
Danandjaya, James. 1997. Foklor Indonesia Ilmu Gaib, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Kontjaraningrat. 1984.Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.Yogyakarta: Karya Kencana.
Mahmud, Amir, Mardiyanto, Widodo Djati. 1997.Analisis Struktur dan Nilai Budaya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.